Brand Development

Memberikan gambaran secara konsisten agar perusahaan dapat selalu berjalan di alur yang sesuai, membangun hubungan yang langgeng dengan konsumen, dan tak tergantikan di mata konsumen

Fungsi dari branding adalah untuk membentuk persepsi ke konsumen. Tahapan yang dikejar pertama adalah membangun awareness, membangun image, membangun preference, dan yang paling terakhir adalah membangun loyalty. Klasifikasi branding sendiri bermacam-macam, ada city branding, corporate branding, environment branding, product branding, internal branding, personal branding, dan lain-lain.

Bagi penggiat startup, secara fundamental ada tiga branding yang perlu kita pahami yaitu personal branding, product branding, dan corporate branding. Untuk startup yang model bisnisnya B2C (Business-to-Cosumer), hal terpenting untuk proses branding adalah product branding. Bagaimana caranya agar produk tersebut memiliki keterikatan terhadap para konsumen sehingga muncul awareness, image, preference, dan loyalty dari pengguna terhadap produk tersebut. Media untuk melakukan hal ini dapat menggunakan advertising, media massa, simbol, dan lain sebagainya.

Bagi startup yang model bisnisnya adalah B2B (Business-to-Business), unsur terpenting dalam branding justru ada di personal branding atau corporate branding. Hal ini untuk melahirkan kepercayaan seseorang terhadap usaha yang kita lakukan dan kapasitas kita dalam melakukan hal tersebut karena layanan itu erat kaitannya dengan kepercayaan. Cara membangun personal branding bisa melalui media massa (seperti muncul di TV atau majalah), memenangkan penghargaan, hingga yang paling sederhana adalah dilihat dari update status atau tulisan blognya di dunia maya.

Branding ini adalah usaha untuk membangun brand yang menyasar hati dan pikiran konsumen yang telah terbagi dengan produk-produk sejenis – Tom Duncan dalam Alifahmi (2012)

Dalam menghadapi persaingan yang ketat, merek yang kuat merupakan suatu pembeda yang jelas, bernilai, dan berkesinambungan, menjadi ujung tombak bagi daya saing perusahaan dan sangat membantu dalam strategi pemasaran. Brand equity adalah keinginan dari seseorang untuk melanjutkan menggunakan suatu brand atau tidak. Pengukuran dari brand equity sangatlah berhubungan kuat dengan kesetiaan dan bagian pengukuran dari pengguna baru menjadi pengguna yang setia.

Menurut Susanto dan Wijanarko (2004) yang mengadaptasi teori Aaker, brand equity dapat dikelompokkan ke dalam 5 kategori:

A. Brand awareness
Beberapa pengertian brand awareness adalah sebagai berikut:

  • Brand awareness adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori merek tertentu.
  • Menurut East (1997), “Brand awareness is the recognition and recall of a brand and its differentiation from other brands in the field” (p. 29).

Artinya brand awareness adalah pengakuan dan pengingatan dari sebuah merek dan pembedaan dari merek yang lain yang ada di lapangan.
Jadi brand awareness adalah kemampuan konsumen untuk mengingat suatu brand dan yang menjadikannya berbeda bila dibandingkan dengan brand lainnya.

Ada 4 tingkatan brand awareness yaitu:

  1. Unaware of brand (tidak menyadari merek)
    Merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.
  2. Brand recognition (pengenalan merek)
    Tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seorang pembeli memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian.
  3. Brand recall (pengingatan kembali terhadap merek)
    Pengingatan kembali terhadap merek didasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk.
    Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk memunculkan merek tersebut.
  4. Top of mind (puncak pikiran)
    Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan orang tersebut dapat menyebutkan satu nama merek, maka merek yang paling banyak disebutkan pertama kali merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada di dalam benak konsumen.

Ada 4 indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh konsumen aware terhadap sebuah brand antara lain:

  1. Recall yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengingat ketika ditanya merek apa saja yang diingat.
  2. Recognition yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengenali merek tersebut termasuk dalam kategori tertentu.
  3. Purchase yaitu seberapa jauh konsumen akan memasukkan suatu merek ke dalam alternatif pilihan ketika akan membeli produk/layanan.
  4. Consumption yaitu seberapa jauh konsumen masih mengingat suatu merek ketika sedang menggunakan produk/layanan pesaing.

B. Perceived quality
Didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkan.

C. Brand association
Adalah sesuatu yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah produk. Asosiasi ini tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan. Keterikatan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya.

D. Brand loyalty
Merupakan ukuran kesetiaan seorang pelanggan pada sebuah merek. Loyalitas memiliki tingkatan sebagaimana dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

  1. Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau sama sekali tidak tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Dengan demikian, merek memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian. Pada umumnya, jenis konsumen seperti ini suka berpindah-pindah merek atau disebut tipe konsumen switcher atau price buyer (konsumen lebih memperhatikan harga di dalam melakukan pembelian).
  2. Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang digunakan, atau minimal tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya, tidak terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup memadai untuk mendorong suatu perubahan, terutama apabila pergantian ke merek lain memerlukan suatu tambahan biaya. Para pembeli tipe ini dapat disebut pembeli tipe kebiasaan (habitual buyer).
  3. Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun memikul biaya peralihan (switching cost), baik dalam waktu, uang atau resiko sehubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini biasanya disebut dengan konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila melakukan penggantian ke merek lain. Para pembeli tipe ini disebut satisfied buyer.
  4. Tingkat keempat adalah konsumen benar-benar menyukai merek tersebut.
    Pilihan konsumen terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi, seperti simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakannya, atau kesan kualitas yang tinggi. Para pembeli pada tingkat ini disebut sahabat merek, karena terdapat perasaan emosional dalam menyukai merek.
  5. Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia. Para pelanggan mempunyai suatu kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna suatu merek. Merek tersebut sangat penting bagi pelanggan baik dari segi fungsinya, maupun sebagai ekspresi mengenai siapa pelanggan sebenarnya(commited buyers).

E. Other proprietary brand assets
Adalah hal-hal lain yang tidak termasuk dalam 4 kategori diatas tetapi turut membangun brand equity (pp. 127-134).
Sedangkan menurut Kim dan Kim (2004), brand equity meliputi 4 hal, antara lain loyalitas merek, perceived quality, citra merek, dan brand awareness.

Logo atau brand visual merupakan pintu masuk ke dalam brand experience, di mana konsumen dapat membuka diri dan mengenal brand itu lebih jauh. Brand experience mengubah suatu produk biasa menjadi suatu memorable event yang personal bagi konsumen. Esensi brand berperan penting untuk menciptakan pendekatan brand experience yang sesuai.

Kunci dari kesuksesan brand experience adalah dalamnya keterlibatan konsumen. Semakin konsumen terlibat, makin dalam experience yang dirasakan. Karena itu, desain brand experience sangat perlu diperhatikan. Semakin banyak dari kelima indera dilibatkan ke dalam brand experience, konsumen semakin terikat dengan pengalaman yang diberikan dan efek yang mereka rasakan akan semakin personal.

Dengan tidak terlupakannya pengalaman itu, persepsi mereka akan brand terbentuk dengan kuat. Dengan kata lain, semakin besar kemungkinan brand Anda menjadi top of the mind brand.

Aplikasi Brand Experience

Agar pengaplikasiannya tepat dan relevan, penting sekali untuk mengetahui esensi brand yang dapat diterjemahkan menjadi berbagai bentuk experience. Berikut contoh brand yang mengusung brand experience. Starbucks coffee.

Bukan hanya mengenai kopi yang berkualitas, tapi juga membawa ”the feeling of connection” dan mengaplikasikan itu di setiap lini servisnya. Dari aroma kopi, kenyamanan dan ambiance tempatnya, sambutan dan pelayanan yang personal, musik yang diputar, serta rasa dari produk mereka itu sendiri.

Semua ini menciptakan pengalaman yang dapat dirasakan bersama pengunjung Starbucks.

 “Experience is a truer guide than the words of others”~ Leonardo Da Vinci.

brand loyalty merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek lain yang ditawarkan oleh kompetitor, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lainnya. Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain, apa pun yang terjadi dengan merek tersebut. Bila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi. Dengan demikian, brand loyalty merupakan salah satu indikator inti dari brand equity yang jelas terkait dengan peluang penjualan, yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan di masa mendatang.

Pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian merek tersebut walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dipandang dari berbagai sudut atributnya. Bila banyak pelanggan dari suatu merek masuk dalam kategori ini berarti merek tersebut memiliki brand equity yang kuat.

Tingkat Loyalitas Merek
Dalam kaitannya dengan loyalitas merek terdapat beberapa tingkat loyalitas. Masing-masing tingkatannya menunjukkan tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Adapun tingkatan tersebut adalah sebagai berikut :

– Berpindah-pindah (Switcher)
Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Pada tingkatan ini merek apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah.

– Pembeli yang bersifat kebiasaan (Habitual Buyer)
Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi produk tersebut. Pada tingkatan ini pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli merek produk yang lain atau berpindah merek terutama jika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya, maupun berbagai bentuk pengorbanan lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.

– Pembeli yang puas dengan biaya peralihan (Satisfied buyer)
Pada tingkat ini pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung biaya peralihan (switching cost) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek. Untuk dapat menarik minat para pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini maka para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya (switching cost loyal).

– Menyukai merek (Likes the brand)
Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun oleh kerabatnya ataupun disebabkan oleh kesan kualitas yang tinggi. Meskipun demikian seringkali rasa suka ini merupakan suatu perasaan yang sulit diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan ke dalam sesuatu yang spesifik.

– Pembeli yang komit (Committed buyer)
Pada tahap ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada orang lain.

Emotional Branding merupakan elemen penentu yang sangat penting yang membedakan merek yang sukses dengan merek biasa di pasar. Emotional Branding memberikan lapisan kredibilitas dan kepribadian yang baru pada sebuah merek, dengan menghubungkan merek dengan orang-orang pada tataran pribadi dan holistic.

Emotional Branding didasarkan pada rasa percaya yang unik yang terjalin erat dengan sebuah audiens. Pendekatan ini meningkatkan pembelian yang hanya sekedar dipicu oleh kebutuhan menjadi pembelian yang muncul dari alam hasrat. Strategi merek yang yang terintegrasi merupakan jantung dari emotional branding.

Tujuan emotional branding adalah melahirkan desain merek yang dapat membuat jantung pelanggan berdetak lebih cepat – menciptakan desain yang didasarkan pada pengalaman sensorial dan pemahaman atas keinginan emosional yang paling dalam. Emotional branding didasarkan pada kepercayaan unik yang dibangun bersama audensi.

Emotional branding meningkatkan penjualan atas dasar kebutuhan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Emotional branding terkait dengan membangun hubungan dengan pelanggan yaitu memberikan nilai jangka panjang pada merek dan produk, terkait dengan pengalaman inderawi, desain yang membuat consumer merasakan produk, desain yang membuat consumer membeli produk.

Emotional branding yang kuat dihasilkan dari kemitraan dan komunikasi. Membangun emosi yang tepat adalah investasi terpenting yang biasa dilakukan pada suatu merk. Hal tersebut adalah janji yang dibuat kepada konsumen, yang memberikan akses kepada mereka untuk menikmati dunia merk tersebut.

Empat pilar penting dari Emotional Branding:

  1. Hubungan; tentang menumbuhkan hubungan yang mendalam dan menunjukkan rasa hormat pada jati diri konsumen yang sebenarnya, serta memberikan mereka pengalaman emosional yang benar-benar mereka inginkan.
  2. Pengalaman pancaindera; suatu area yang sangat besar dan belum dieksplorasi sepenuhnya, dan juga merupakan tambang emas potensial untuk merk pada abad ke-21.
  3. Imajinasi; dalam penetapan desain merk, adalah upaya membuat proses emotional branding menjadi nyata.tantangan untuk merk masa depan adalah menemukan cara yang langsung maupun tersirat untuk tetap dapat mengejutkan dan menyenangkan konsumen.
  4. Visi; faktor utama kesuksesan merk dalam jangka waktu panjang. merk berkembang melalui suatu daurhidup yang alami dalam pasar dan untuk menciptakan serta memelihara keberadaannya dalam pasar, merk harus berada dalam kondisi keseimbangan sehingga bisa memperbarui dirinya kembali secara terus menerus.

Comments are closed.

percetakan, branding, company profile, cetak, design, desain, marcomm, marketing, logo, web, social media, buat web, desain web,